DAVID MATHIS
Sumber: desiringgod.org
Diterjemahkan oleh Jimmy Setiawan (@jimmystwn)
Tahun 2020 dipenuhi hari-hari yang suram sekalipun kita mengalami musim semi dan panas. Kita menghadapi kecemasan karena Pandemi yang begitu lama berlangsung. Sungguh, awan yang gelap sedang membayangi kita. Sekarang kita tiba di bulan Desember. Di negara barat, ini bertepatan dengan musim dingin. Hari-hari gelap menjadi semakin gelap.
Masa Adven pun turut menyambut kita. Inilah waktu yang tepat untuk mengumandangkan pesan yang seringkali kita lupakan, yaitu bahwa di hari-hari terkelam sekalipun Sang Terang yang sejati bersinar lebih daripada sumber cahaya lainnya.
Adven, sebagai periode penantian dan penyiapan diri sebelum perayaan Natal, adalah sebuah kesempatan untuk mengembalikan kewarasan rohani kita. Di saat inilah kita menciptakan ritme pribadi, keluarga dan gereja yang baru dan sehat. Seiring kita memasuki enam minggu tergelap pada tahun ini di belahan bumi utara, kita mengingat suatu titik balik yang agung dalam sejarah, yaitu kelahiran Kristus. Kiranya Adven tahun ini mulai memulihkan apa yang sudah dilalap oleh “belalang kekhawatiran”.
BERDIAM DALAM KEGELAPAN
Di awal Adven 2020, kita diingatkan bahwa Natal yang sejati tidak selalu harus dirayakan dalam suasana yang tenang dan bebas hambatan. Bukankah Natal pertama jauh dari ketenangan dan tidak terlalu mulus dari tantangan? Dan bukankah kita juga belajar dari pengalaman diri sendiri bahwa sesuatu yang tenang dan lancar belum tentu adalah yang terbaik?
Cahaya Kristus terbit pada Minggu Adven pertama di hari-hari yang diselimuti kegelapan. Zakaria bernubuat bahwa kedatangan-Nya akan memancarkan cahaya kepada mereka yang duduk dalam kegelapan dan bayang-bayang kematian (Lukas 1:78-79). Natal yang pertama dihadirkan di tengah umat-Nya yang sedang duduk dalam kegelapan dan dibayangi kematian. Matius 4:16 (menggemakan Yesaya 42) menggambarkan kegelapan yang diusir oleh cahaya, sebagaimana bacaan Adven kesukaan saya, “Umat yang berdiam dalam kegelapan telah melihat cahaya yang besar dan bagi mereka yang tinggal dalam lembah kematian, cahaya itu sudah terbit.”
Mereka yang tinggal dalam kegelapan sesungguhnya menunggu kedatangan-Nya yang pertama. Yesus tidak mengunjungi dunia yang dipenuhi dengan rasa aman dan sukacita. Dia justru datang membawa damai di tengah dunia yang berkecamuk dengan perang. Dia datang memberikan penghiburan kepada dunia yang tertekan. Dia menceritakan Kabar Baik akan kesukacitaan besar kepada dunia yang tenggelam dalam samudera dukacita. Dia hadir sebagai terang yang mengenyahkan kegelapan.
Dua milenia kemudian, kita mudah sekali melupakan betapa gelap dan tidak menentunya situasi kelahiran-Nya. Skandal seorang perempuan yang hamil di luar pernikahan. Keterkejutan Yusuf yang mendengar bahwa tunangannya sudah hamil. Kecurigaan dan penghakiman yang menghantui Maria di kota kecil Nazaret di mana gosip menjalar dengan cepat seperti api. Perjalanan yang tidak nyaman dan sukar ke Betlehem di penghujung kehamilan Maria. Sesampainya di sana, mereka tidak menemukan tempat yang layak bagi Maria untuk bersalin. Malah, mereka hanya menemukan sebuah palungan yang tidak layak. Natal pertama datang ketika umat manusia sama sekali tidak siap menyambut-Nya.
MENEMUKAN SANG TERANG
Ke dalam dunia yang diliputi kegelapan yang tebal dan mencekik inilah, Yesus datang sebagai Sang Terang. Dia datang untuk menang. Bukan untuk menjadi pihak yang kalah. “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya,” (Yohanes 1:5). Namun, melawan kegelapan bukan berarti kemenangan-Nya diperoleh dengan mudah dan kilat. “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya,” (Yohanes 1:11).
Bahkan, ketika Sang Matahari terbit dan mulai mengusir malam yang gelap, ini pun tidak terjadi dengan seketika. “Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat,” (Yohanes 3:19). Namun, semuanya sudah berbalik arah sejak kedatangan-Nya. Cahaya sudah mengintip di ufuk. Dia memanggil para pengikut-Nya untuk keluar dari kegelapan menuju terang.
Sang Terang sudah tiba dan pasti akan menang. Namun, Yesus tahu bahwa perang melawan kegelapan belum berakhir.
MOMEN-MOMEN KEGELAPAN
Selama tiga puluh tahun, Sang Terang berusaha menaklukkan kegelapan. Ketika Dia naik ke atas salib, Dia membiarkan kegelapan menyelimuti diri-Nya untuk terakhir kali. “Tetapi inilah saat kamu, dan inilah kuasa kegelapan itu,” (Lukas 22:53).
Pertempuran antara kegelapan dan terang tiba pada puncaknya. Allah pun melukiskannya melalui fenomena alam. “Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar,” (Lukas 23:44-45; lihat juga Matius 27:45; Markus 15:33). Setelah itu tibalah “Sabat Hitam” yang merupakan hari peristirahatan tergelap dan termurung di sepanjang sejarah. Hari di mana matahari pun enggan terbit karena Sang Putera Allah terbaring mati.
Pada Minggu subuh itu, para wanita datang ke kuburan Yesus. Saat itu masih gelap. Namun, mereka melihat batu penutup kuburan itu sudah bergeser. Dari perut kegelapan, Sang Terang menerobos keluar. Dia hidup kembali. Bahkan, Dia sekarang bangkit dengan kehidupan yang tidak bisa dirusak oleh kuasa apapun. Sekali dan untuk selamanya, Sang Terang telah mengerahkan pukulan yang paling mematikan terhadap kegelapan.
BERSINAR DALAM KEGELAPAN
Saat ini, kita hidup dalam hari-hari yang sangat tidak enak tetapi berbeda karena Kristus sudah datang dan menang. Sang Terang sudah meraih kemenangan mutlak. Kita sekarang sedang mengikuti kampanye yang mendeklarasikan kemenangannya. Kita bertahan menghadapi “dunia yang gelap ini” (Efesus 6:12). Kita tidak meremehkan bahaya-bahayanya tapi kita juga sudah mencicipi karya penyelamatan Kristus yang sempurna.
Sang Bapa telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih (Kolose 1:13). Perhatikan kata kerja itu: Telah melepaskan! Sudah terjadi alias tuntas. “Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus,” (2 Korintus 4:6). Sebagaimana Allah menciptakan terang di tengah kegelapan saat penciptaan maka Dia juga menciptakan terang dalam jiwa kita yang gelap karena kita adalah ciptaan yang baru dalam Anak-Nya.
Mata kita sekarang sudah melihat Sang Terang. Kerajaan Allah sudah ditransfer ke dalam diri kita. Petrus mengingatkan, “...supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib,” (1 Petrus 2:9). Dulu kita dalam gelap. Sekarang kita dalam terang. “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan,” (Efesus 5:8).
ADVEN YANG TERPENTING
Allah bukan sekedar membawa terang ke dalam kehidupan kita sewaktu kita masih duduk dalam kegelapan tetapi Dia juga menjadikan kita sebagai pelita yang menerangi orang lain. Sebagaimana Kristus sendiri mengatakannya kepada Rasul Paulus, “Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan,” (Kisah Para Rasul 26:17-18). Dia memanggil kita sebagai “anak-anak terang dan anak-anak siang”. “Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan,” (1 Tesalonika 5:5). Dia memanggil kita untuk menjadi “terang bagi mereka yang di dalam kegelapan,” (Roma 2:19).
Adven tahun ini menjadi kesempatan yang sangat berharga di tengah tahun yang aneh dan gelap. Adven mengingatkan kita kembali, “...sebab kegelapan sedang lenyap dan terang yang benar telah bercahaya,” (1 Yohanes 2:8). Jangan-jangan ini Adven terpenting dalam kehidupan kita karena kita sedang mewujudkan Adven melalui keseharian kita. Apakah Kristus sungguh sudah hadir? Apakah kita menjadi wakil-wakil-Nya? Apakah arti Natal bagi kita? Barangkali, justru di tengah kesuraman tahun inilah kita bisa menyaksikan cahaya itu menyemburat lagi secara menawan.
Melaksanakan Adven bukan berarti kita menipu diri sendiri bahwa kegelapan sudah sepenuhnya hilang. Keadaan kita bisa jadi bertambah tidak jelas. Namun Adven mengajak kita menatap kegelapan sambil berpegang erat pada janji di masa penantian ini, yaitu bahwa kegelapan tidak akan pernah mengalahkan Sang Terang.
Comments