top of page
Writer's pictureWOW Ministry

ADVEN: PENANTIAN DAN PENGEKANGAN

RON ROLHEISER

Diterjemahkan oleh Jimmy Setiawan (@jimmystwn)



Carlo Carretto, penulis spiritual yang terkenal, menghabiskan bertahun-tahun

hidup menyendiri sebagai seorang pertapa di padang gurun Sahara. Dia

menulis cukup banyak buku dari tempat yang sunyi itu. Salah satunya

berjudul: Surat-surat dari Padang Gurun. Dalam bukunya, dia memberikan

pesan kepada kita yang dikepung kesibukan di tengah dunia. “Apa yang

Allah sedang katakan kepada kita dalam lautan kesibukan?” Dia meyakini

jawabannya adalah, “Bersabarlah! Belajarlah untuk menunggu demi cinta,

demi kebahagiaan dan demi Tuhan!”


Belajar untuk menunggu!? Tentu, ini bukan perkara yang mudah bagi kita.

Dan ketidakmampuan kita untuk menunggu menjadi sumber dari banyak

masalah. Kita sukar untuk menunggu dalam jangka waktu yang lama.


Annie Dillard berkisah tentang bagaimana dia berusaha untuk menunggu

secara sabar. Dia menantikan seekor kupu-kupu yang akan keluar dari

kepompongnya. Dia begitu tertarik tetapi dia tidak sabar akan waktu yang

dibutuhkan. Untuk mempercepat prosesnya, dia mengambil kepompong

tersebut dan memanaskannya di atas nyala lilin. Dia tetap sangat berhati-

hati melakukannya.


Eksperimen ini berhasil. Akan tetapi, ada sebuah masalah tersembunyi di

balik keberhasilan. Kupu-kupu itu memang akhirnya keluar lebih cepat.

Namun, panas tambahan dari api lilin telah mengganggu proses alamiah.

Kupu-kupu itu memiliki sayap yang lemah sehingga sulit terbang. Keinginan

untuk mempercepat telah merusak proses alamiah. Banyak hal di dunia ini

tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Dillard segera menyadari sudah

berbuat kesalahan. Penundaan sesungguhnya memang diperlukan.

Ketidaksabaran memicu sikap yang tidak menghormati pelbagai hal yang

seharusnya berjalan menurut kodratnya.


Ini seperti terlalu dini membuka kado Natal. Atau, sepasang kekasih yang

sudah tidur bersama sebelum pernikahan. Proses-proses ini membutuhkan

jangka waktu yang cukup tetapi dilibas demi keinginan sesaat. Semua proses

ini membutuhkan semangat Adven karena Adven bermakna menunggu.

Terkhusus Adven sebelum Natal adalah menunggu Sang Mesias yang akan

dilahirkan dari rahim seorang perawan. Mengapa? Apakah seks tidak bernilai

di mata Allah sehingga harus dari seorang perawan? Bila Yesus dilahirkan

melalui proses yang normal, apakah artinya Yesus kurang bernilai? Bukan itu

maksudnya!


Alkitab dan tradisi Kristen menekankan bahwa Yesus dilahirkan dari seorang

perawan untuk menggarisbawahi kenyataan bahwa Dia tidak memiliki ayah

biologis dan juga untuk mengajarkan kebenaran yang amat penting, yaitu

agar Sang Ilahi dilahirkan maka harus ada pengekangan hawa nafsu, waktu

untuk menunggu, masa Adven. Mengapa?


Jawabannya terletak pada pemahaman kita tentang pengekangan hawa

nafsu. Pengekangan bukanlah semata-mata bersifat seksual. Pengekangan

berhubungan dengan segala kenyataan yang kita hadapi. Untuk mengekang

hawa nafsu artinya kita belajar memiliki rasa hormat terhadap Allah, sesama,

alam lingkungan, diri sendiri, kehidupan secara umum dan seks.


Ketika kita tidak mengekang diri maka kita tidak menghormati area-area

kehidupan, termasuk seks. Pengekangan diri menuntut kesanggupan untuk

menunggu. Kita dapat lebih memahaminya bila melihat kebalikannya. Saat

kita memenuhi apapun keinginan daging maka kita menjadi tidak sabar,

gegabah, tidak peka, tidak dewasa, tidak peduli dengan orang lain dan kasar

sehingga apapun yang kita lakukan pasti merendahkan keunikan,

kehormatan dan keberhargaan orang lain. Ketidakmampuan mengekang diri

adalah ketidakmampuan untuk menunggu.


Itu sebabnya, sangat masuk akal bila contoh terbaik dari pengekangan hawa

nafsu adalah penghargaan dalam area seks. Seks sangatlah mempengaruhi

jiwa. Seks sangatlah memperlihatkan apakah seseorang bisa atau tidak

mengekang dirinya. Seks menjadi teramat indah bila tidak dikotori dengan

ketidaksabaran, kepuasan diri sendiri dan perendahan. Sayangnya, karena

seks begitu luar biasa indah maka banyak orang terburu-buru ingin

menikmatinya. Kita melanggar kemuliaan seks melalui manipulasi yang halus,

pemaksaan, hanya mau menikmati tapi tidak melayani pasangan, keintiman

yang palsu, berzinah dengan orang lain dan ketidakpedulian atas kesehatan

serta kebahagiaan jangka panjang.


Cerita Annie Dillard kembali bergema. Ketidakmampuan mengekang diri

seperti memanaskan kepompong di atas lilin yang menyala sehingga

mengganggu proses alamiah. Pengekangan diri adalah tentang menunggu

secara tepat. Menunggu adalah tentang kesabaran menanggung tegangan

dan frustrasi yang kita derita karena kita seperti menjalani simfoni yang

belum kunjung sempurna dalam kehidupan ini.


Ada tema indah yang berulang di banyak pustaka apokaliptik seputar

pentingnya menunggu. Sebelum Sang Mesias dikandung dan dilahirkan,

dibutuhkan sebuah periode menunggu, sebuah Adven, sejumlah derita yang

pada akhirnya justru menciptakan ruang dalam rahim sang perawan agar

Sang Mesias bisa dilahirkan.


Ingatlah bahwa Allah tidak pernah tergesa-gesa. Setiap air mata membawa

Sang Mesias semakin dekat. Ketika kita bergumul maka ada hal yang baik

bagi kerohanian kita. Sesuatu yang indah hanya dapat dinikmati setelah kita

menyangkal diri. Sebuah pesta hanya dapat diselenggarakan setelah sekian

lama berpuasa. Cinta hanya dapat diterima menjadi sebuah karunia bila

memang kita menghargainya sebagai karunia.


Kita memang perlu belajar menunggu demi Allah, demi cinta, demi Sang

Mempelai dan demi Natal yang bermakna.

72 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page