Michael Keller
Sumber: thegospelcoalition.org
Diterjemahkan oleh Jimmy Setiawan (@jimmystwn)
Belakangan ini, ada perdebatan yang cukup aktif tentang peran penginjilan dalam
ibadah hari Minggu. Apakah kita harus mengandaikan orang percaya atau orang
belum percaya yang datang ke gereja kita di setiap hari Minggu?
1 Korintus 14:23-25 menyiratkan bahwa kedua kelompok tersebut hadir dalam
ibadah gereja perdana. Mayoritasnya adalah orang percaya yang datang untuk
menyembah. Namun, Paulus menyarankan supaya orang Kristen berperilaku
sedemikian rupa dalam ibadah supaya orang yang belum percaya tidak merasa
dikucilkan (ayat 23). Mereka tetap mendengarkan Injil dan pada akhirnya diyakini
olehnya (mereka sampai dapat berkata, “Sungguh, Allah ada di tengah-tengah
kamu,” ayat 25).
Ini tidak berarti semua elemen dalam ibadah haruslah bisa dipahami oleh orang
yang belum percaya secara sempurna. Kalau ini yang kita inginkan maka kita akan
menciptakan konser atau talk show – yang pasti bukanlah sebuah ibadah. Nyanyian
yang kita angkat bagi Allah Tritunggal pasti sulit dipahami oleh mereka. Apalagi
Perjamuan Kudus yang sangat misterius bagi mereka.
Khotbah yang mengedepankan keseriusan dosa dan anugerah yang cuma-cuma
dari Yesus bisa jadi pesan yang sukar bagi mereka karena Injil memang ofensif bagi
“orang dunia” (1 Korintus 2:14). Mereka akan melihat bahwa sebagian besar ibadah
Kristen sebagai hal yang asing, terlepas dari bagaimana kita menyajikannya. Itu
sebabnya, Paulus tidak meminta kita untuk menghilangkan aspek-aspek yang
terkesan skandal seperti Injil dari ibadah kita. Sebenarnya, Paulus mendorong kita
untuk mengkontekstualisasikan ibadah sehingga bisa menghilangkan hal-hal yang
tidak esensial tetapi bisa membingungkan orang belum percaya.
Sebagaimana Yesus mengingatkan orang Farisi untuk tidak menjadikan tradisi
sebagai yang terutama (Markus 7:8-9), kita pun harus berhati-hati supaya jangan
sampai memberhalakan praktek ibadah yang kita sukai tetapi malah mengasingkan
mereka yang justru sangat membutuhkan Berita Baik. Marilah kita seperti yang juga
dikatakan oleh Mazmur 105, “Bersyukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya,
perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!”
Jadi, bagaimana kita melakukannya? Lanjutan dari ayat di Mazmur, “Bernyanyilah
bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang
ajaib!” Dalam perkataan lain, saat kita menyembah dalam ibadah, orang belum
percaya sepatutnya bisa melihat siapa Allah yang sejati. Edmund Clowney
menyebutnya sebagai “Penginjilan yang Doksologis”.
ELEMEN SECARA UMUM, BUKAN RITUAL YANG KAKU
Alkitab tidak memberikan kita sebuah model yang kaku untuk ibadah gereja, tetapi
memberikan kita beberapa elemen penyembahan yang umum seperti pujian, ratapan, pengakuan dosa, proklamasi iman dan pengutusan. Karena itu, kita harus menciptakan “ruang-ruang” dalam ibadah supaya semua elemen tersebut dapat dilakukan untuk membangun orang percaya dan belum percaya.
Untuk merancang ibadah seperti itu, kita harus pertama-tama menganggap bahwa
orang belum percaya akan hadir dalam ibadah. Jemaat gereja harus bisa merasa
nyaman mengajak teman atau tetangganya yang belum percaya untuk mengikuti
ibadah di gerejanya itu.
Berikut ini lima panduan yang harus kita ikuti dan beberapa contoh prakteknya.
PANDUAN 1: BAHASA KITA HARUS BISA DIPAHAMI
Barangkali, hal ini yang paling menyulitkan bagi gereja di tengah masyarakat yang
tidak terlalu mengenal kekristenan. Pada masa lalu, budaya Kristen begitu kuat
mempengaruhi masyarakat di barat sehingga banyak kosakata Kristen bisa
dipahami tanpa perlu dijelaskan.
Saya teringat pernah mengajak rekan yang bukan Kristen ke ibadah gereja di
kampus. Waktu itu, saya juga baru menjadi orang Kristen. Dalam ibadah itu,
rohaniwan di depan berkata, “Darah Sang Anak Domba telah tercurah bagimu untuk
melunasi dosamu. Sekarang waktunya untuk mengambil keputusan bagi Kristus.”
Kami berdua saling bertatap-tatapan dengan wajah keheranan. Saat itu, tidak ada
penjelasan sama sekali bagi kami.
Praktek: Terjemahkan! Seringkali, sewaktu saya menyiapkan khotbah, saya
berusaha membayangkan orang-orang yang tidak pernah ke gereja. Saya
memikirkan kira-kira apa keberatan dan pertanyaan yang mungkin mereka akan
ajukan saat saya menyampaikan bagian khotbah tertentu. Hindari jargon-jargon
yang tidak perlu. Bila Anda memakai istilah yang tidak umum, tambahkan
penjelasan.
PANDUAN 2: IBADAH HARUS DAPAT DIPAHAMI
Bila ibadah kita benar-benar mengandung sesuatu yang sangat berharga maka
manusia tidak punya pilihan untuk tidak beribadah karena kita memang selalu
mencari sesuatu yang berharga. Namun, konsep kebaktian di gereja seringkali asing
bagi banyak orang. Jadi inilah tugas kita untuk menjelaskannya dalam budaya yang
sudah melupakan kekristenan. Ini akan sangat membantu baik bagi orang Kristen
dan bukan Kristen.
Praktek: Gereja Redeemer Lincoln Square mencetak lembaran berisi catatan
penjelasan atas setiap bagian dari ibadah mereka. Misalnya, ketika ibadah masuk
dalam bagian pengakuan dosa, di lembaran tersebut tertulis, “Pengakuan adalah
saatnya kita jujur dengan diri sendiri dan sesama di hadapan Allah. Kita harus
mengakui cinta kita yang keliru supaya kita bisa menata kembali hidup ini. Hanya
dengan jujur akan kelemahan kita maka kita akan melihat betapa indahnya Berita
Baik tentang anugerah Allah.”
PANDUAN 3: ANDA HARUS BENAR-BENAR TRANSPARAN
Sebagaimana media sosial semakin merajalela, pencitraan yang seringkali
ditampilkan mudah menciptakan ketidakpercayaan. Orang-orang mendambakan
keaslian (otentisitas). Sekalipun pada kenyataannya kita tidak selalu bahagia tetapi
kita terus menerus menampilkan diri yang bahagia dalam gereja. Sekarang jauh
lebih mendesak untuk kita menampilkan kemanusiaan kita yang apa adanya,
sepenuhnya asli, penuh kelemahan tetapi berpengharapan dalam peribadahan kita.
Praktek: Ibadah kita harus mengandung elemen-elemen yang tidak hanya
menyatakan pengharapan tetapi juga ratapan dan pengakuan dosa. Tanpa
bermaksud untuk membuka aib pribadi, saya secara rutin menyingkapkan
pergumulan-pergumulan saya dalam ibadah untuk mewujudkan sikap otentik ini.
PANDUAN 4: BUATLAH ORANG BELUM PERCAYA MERASA DIINGAT
Salah satu cara adalah kita menolong untuk mengartikulasikan keberatan-keberatan
mereka atas iman Kristen secara lebih baik daripada yang mereka bisa. Manfaatnya
bersifat ganda: Orang Kristen yang mendengar keberatan ini dapat memikirkan
bagaimana menjawabnya. Orang non Kristen juga merasa dihargai ketika keberatan
mereka ditangkap dan dimengerti oleh kita.
Praktek: [1] Cetaklah doa yang bisa dipakai oleh mereka yang tidak mengikuti
Perjamuan Kudus selama sakramen tersebut berlangsung. [2] Sambutlah dan
secara sengaja sebutlah orang-orang yang belum percaya di awal ibadah. [3] Dalam
khotbah, katakanlah, “Bila Anda bukan pengikut Yesus, mungkin Anda akan berpikir
bahwa...” Hal ini akan membuat mereka menyadari bahwa kita menghargai pikiran
dan kebingungan mereka. [4] Buatlah ruang untuk tanya-jawab. Di gereja saya, kami
menyebutnya ruang tanya dan tanggapan karena kami pasti menanggapi apapun
pertanyaan dari orang yang hadir di gereja kami. Kami mencatumkan nomor telepon
di warta gereja. Kami mendorong orang-orang untuk mengirimkan pertanyaan
apapun sepanjang 15-20 menit setelah ibadah selesai.
PANDUAN 5: HADIRKAN FIRMAN DAN KESAKSIAN HIDUP YANG JELAS.
Semua orang, Kristen atau bukan, membutuhkan untuk mendengarkan firman
Anugerah yang dikhotbahkan maupun dihidupi secara nyata. Anugerah bukan
semata-mata tentang penghapusan segala dosamu di masa lalu tetapi juga jaminan
masa depan bersama Dia. Banyak pengajaran Kristen yang begitu penting dan perlu
dijelaskan kepada orang belum percaya, tetapi lebih penting lagi untuk disaksikan
dalam kehidupan orang percaya.
Bila kita sungguh-sungguh meyakini betapa indahnya Injil maka kita akan serius
menjalani kehidupan sebagai pengikut Kristus –bukan berdasarkan kewajiban
melainkan kasih. Injil yang akan memotivasi kita karena kita bersyukur kepada Allah.
Bukan karena kita merasa bersalah kepada-Nya. Dengan demikian, alasan dan
dorongan untuk hidup bagi Allah menjadi jauh lebih kuat.
Orang yang belum percaya perlu melihat iman Kristen yang diwujudnyatakan. Bila
tidak, mereka akan sangat meragukan iman Kristen. Itu sebabnya, harus ada dalam
ibadah, bagian-bagian yang menekankan pelayanan kemurahan hati. Gereja
melaporkan aksi-aksi sosial yang dilakukan serta undangan bagi semua orang untuk
terlibat. Hal ini akan membuat semua orang menyimpulkan bahwa anugerah Allah
memang mendorong gereja untuk melayani dunia.
Praktek: [1] Secara rutin naikkan doa ratapan yang mengungkapkan pergulatan dunia ini, sambil memohon hikmat Allah bagi gereja untuk bisa menolong dunia ini. [2] Umumkan aneka pelayanan sosial yang mana jemaat dapat terlibat dan menghidupi iman mereka. [3] Lakukan doa keliling di daerah tempat tinggalmu dan bukalah matamu untuk menangkap apa saja kebutuhan mereka. [4] Pastikan bahwa setiap khotbah menonjolkan problem utama dari semua orang, yaitu ketidakpercayaan pada anugerah yang nyata di dalam Yesus.
Hal-hal di atas bukanlah daftar yang lengkap. Akan tetapi, kiranya ini membantu kita untuk mengimajinasikan ulang akan pelbagai cara yang mungkin kita lakukan dalam rangka menciptakan ibadah gerejamu yang dapat merangkul semua jenis orang.
בעזרת השם
Matius 28:18-20 TB ( dengan sedikit perubahan oleh anonim untuk penyesuaian ) Yeshua mendekati mereka dan berkata: ”Kepadaku telah diberikan segala kuasa di dalam Shamayim dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa talmidku dan benamkanlah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir dunia.”
Bapak, ibu, saudara dan saudari maupun adik-adik yang membaca komentar ini, mengacu dan untuk menuruti perintah Rabi Yeshua ( ישוע ) ini, untuk dibenamkan dan diajarkan segala sesuatu yang telah beliau perintahkan, Yeshivat Shuvu dibawah supervisi Rabi Dr. Yitzchak Shapira mengundang semua orang untuk ikut ambil bagian dalam perintah itu. Pada kesempatan…