RACHEL COULTER
Sumber: desiringgod.org
Diterjemahkan oleh Margie Yang (@margieyang)
“Rachel, lihat! BEBEK!” Saya mendengar Sawyer, bocah berumur 6 tahun, berseru dengan suara yang keras. Orang-orang asing di sekitar kami bisa berasumsi Sawyer tidak pernah melihat seekor bebek sebelumnya, walaupun bebek yang ia tunjuk adalah satu dari banyak bebek yang terlihat hari itu.
Sebagai seorang pengasuh, saya telah menyaksikan banyak orang dewasa dengan sadar tersenyum kepada 2 anak kecil yang saya asuh. Senyum itu seperti menunjukkan bahwa mereka memahami semua anak kecil. Terkadang, lirikan mereka menyampaikan sikap merendahkan; mereka menilai anak-anak ini naif dan tidak menyadari bagaimana hidup yang sebenarnya. Sepertinya mereka sedang berkata, “Anak-anak ini memang manis, tetapi mereka tidak tahu apa-apa.” Ironisnya, saya telah belajar lebih banyak dari anak-anak “naif” ini dibandingkan hal-hal yang saya dapat ajarkan kepada mereka selama 4 bulan sebagai pengasuh mereka.
Yesus berkata kepada kita bahwa sikap seperti anak-anak adalah sebuah syarat yang dibutuhkan untuk mendekat kepada Allah: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga” (Matius 18:3-4).
Hari Minggu ini, coba perhatikan anak-anak kecil di sekitar Anda di gereja, lebih dari senyum lebar dan baju kecil mereka. Lihatlah keaslian mereka, cara mereka meniru, dan kekaguman mereka; dan mintalah Allah untuk mengajar Anda bagaimana menyembah seperti seorang anak kecil.
TANPA TEMBOK
Orang dewasa adalah pembangun tembok yang mahir. Pagi yang sulit di rumah? Tutupi stres Anda dengan seulas senyum. Bertengkar dengan teman dalam perjalanan ke gereja? Sembunyikan rasa sakitnya sebelum melewati pintu gereja.
Terkadang, situasi pagi di rumah sebuah keluarga terlihat jelas pada wajah-wajah anak-anak mereka. Kebanyakan anak kecil belum mengembangkan kemampuan untuk membangun tembok. Mereka mengenakan emosi dengan jelas, dan jika ada ketidakpastian akan apa yang mereka rasakan, umumnya mereka akan langsung memberi tahu jika ditanya. Mereka begitu autentik, asli.
Berapa kali saya menghadap takhta karunia Allah dengan tembok pelindung yang dibangun di sekitar hati saya? Lebih banyak daripada yang saya tahu. Ibadah korporat adalah waktu untuk kerapuhan yang autentik di hadapan Allah dan sesama. Kita haruslah datang sebagaimana diri kita, tidak takut akan tatapan penuh penghakiman dari orang lain di bangku gereja, tetapi bersama kita memandang pada Juru Selamat kita yang penuh rahmat. Bagi Yesus, tembok-tembok kita hanyalah kertas tipis: “Dan tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab” (Ibrani 4:13).
Ketika tembok-tembok kita runtuh dengan hadirnya pertobatan, kita menjadi rapuh dan bergantung penuh, seperti bayi yang menangis dan tanpa rasa malu bergantung pada ibunya. Tidak lagi bersandar pada kecukupan diri, kita bergantung pada Allah Sang Sumber kecukupan; mengetahui bahwa terpisah dari-Nya, kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5).
PENGIKUT KECIL
Seorang teman saya bertumbuh menyaksikan ayahnya bekerja dengan jam kerja yang panjang di gereja tempatnya berjemaat. Ayahnya bertanggung jawab atas pemeliharaan gedung. Dan sebagai anak kecil, teman saya tidak memahami bahwa pekerjaan ayahnya tergolong kerja buruh kasar. Tanpa ternodai definisi dunia akan kesuksesan, ia melihat ayahnya sebagaimana dirinya – seorang laki-laki dengan integritas yang luar biasa dan berhati hamba. Ia ingin memiliki pekerjaan yang sama ketika dewasa kelak.
Kita harus meminta pemahaman yang dimiliki oleh anak-anak dari Bapa surgawi. Godaan dunia yang kemilau sering kali menghalangi kemampuan kita untuk melihat Allah sebagaimana Diri-Nya. Ketika kita melihat anak-anak kita memandang ayah-ayah mereka di Minggu pagi, kekaguman mereka haruslah mengingatkan kita bahwa Allah menciptakan kita untuk mengenal dan meniru Dia.
Kita harus menjadi seperti anak-anak, karena kita adalah anak-anak. Kita harus memandang Bapa kita yang perkasa dengan tekad yang dimiliki anak-anak untuk menjadi seperti Dia ketika kita bertumbuh. Efesus 5:1 (BIMK) memanggil kita sebagai “… anak-anak Allah yang dikasihi-Nya, sebab itu kalian harus berusaha mengikuti teladan Allah.” Ia akan, dengan lembut dan penuh kesabaran, memberitahukan jalan-Nya kepada kita (Mazmur 25:4-5).
RASA KEKAGUMAN
Mata seorang bayi akan berbinar paling cerah ketika mereka berada dalam dekapan ibu atau ayah mereka. Sama halnya, hanya Bapa yang paling dapat menawan pandangan saya; Ia harus memenuhi saya dengan kekaguman lebih dari segala hal yang lain.
Ketika kita bertumbuh dan melihat layar di mana-mana, pandangan kekaguman kita sering kali berganti dengan lirikan kebosanan. Terdistraksi oleh ilusi, kita yang dulunya anak-anak dengan mata penuh kekaguman kehilangan kemampuan untuk melihat dunia dengan rasa kekaguman.
Ibadah korporat adalah pengingat mingguan untuk memandang Kristus dengan mata yang penuh binar dan bebas distraksi – untuk menjaga pandangan kita akan Dia tetap jelas dan terang. Hal inilah yang kita butuhkan menurut Rasul Paulus. Ia menulis, “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak teselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” (2 Korintus 3:18).
Kita membutuhkan Allah untuk membuka selubung dari wajah kita yang mencegah kita untuk melihat kemuliaan-Nya – dan karena itu mencegah kita untuk diubah. Ketika kita mendengar kebenaran yang mulia disampaikan dari mimbar di hari Minggu, kiranya kita melihat Kristus. Dan seperti seorang anak yang memandang sesuatu yang luar biasa indah, kiranya hati kita diterangi ketika kita menikmati keindahan Allah.
Minggu ini, kiranya anak-anak di gereja Anda mengingatkan bahwa menjadi kecil dapat menjadi luar biasa besar. Seperti Tuhan Yesus, mari mengundang anak-anak untuk datang mendekat. Dan dengan keberadaan mereka di dekat kita, mari mengingat apa yang sesungguhnya dibutuhkan untuk menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Surga.
Comments