RUTH HALEY BARTON
Sumber: transformingcenter.org
Diterjemahkan oleh Jimmy Setiawan (@jimmystwn)
Setelah masa raya Natal, kita memasuki masa raya Epifania di mana kita melihat “penyingkapan” atau “penyataan” hadirat Allah kepada orang-orang yang tidak biasa dan di tempat yang tidak lazim. Dalam Epifania, kita mengingat perjalanan para Majus yang mencari bayi Yesus. Kita merayakan kunjungan mereka ke palungan dengan hati yang merindu dan hadiah yang menghormati-Nya yang akan menjadi Sang Raja, Sang Imam dan Sang Juruselamat kita. Mereka telah menempuh perjalanan yang berbahaya demi menemui Dia.
Kisah ini sungguh merupakan kejutan dalam narasi Natal. Para Majus adalah ahli nujum dari negri kafir tetapi justru merekalah yang menjadi pengunjung pertama dari palungan-Nya. Sekalipun profesi mereka sangat ditabukan oleh hukum Yahudi (pada masa kini, sebanding dengan penafsir horoskop), mereka disambut dan hadiah mereka pun diterima-Nya. Namun, mereka hampir tidak bisa pulang ke tanah air dengan selamat.
SPIRITUALITAS KETIDAKSEMPURNAAN
Salah satu ciri-ciri dari narasi Natal adalah ketidaksempurnaan – bahkan menurut standar manusia – yang menyolok. Tidak ada satu pun kondisi di mana Yesus dilahirkan merupakan hal yang ideal. Bayi Yesus dilahirkan di luar pernikahan yang sah. Ketika saatnya tiba untuk Dia dilahirkan, Maria dan Yusuf harus mengungsi karena masalah politik yang di luar kendali mereka. Bahkan, bayi Yesus pun tidak mendapat tempat yang layak sehingga harus menumpang di sebuah kandang hewan.
Yesus juga dilahirkan di tengah situasi politik dan agamawi yang bergejolak. Raja Herodes, seorang yang paranoid dan penuh kekerasan, memegang kekuasaan pada saat itu sehingga menciptakan situasi yang amat berbahaya bagi siapapun yang dianggapnya sebagai ancaman bagi dirinya. Orang Majus juga sebenarnya tidaklah benar-benar “bijaksana”. Tanpa disadari, mereka malah membocorkan kepada Herodes bahwa ada seorang calon pemimpin yang dilahirkan di kota Betlehem. Hal ini memicu kecemburuan Herodes sehingga dia memerintahkan pembantaian bayi laki-laki di bawah usia dua tahun.
Sungguh saat itu sangatlah berbahaya. Tidak ada satu pun tokoh dari narasi Natal yang berkuasa mengubah keadaan yang tidak aman bagi datangnya realitas rohani yang baru dalam penyamaran seorang bayi yang rapuh. Namun, Yesus tetaplah dilahirkan. Dan para Majus meninggalkan tanah air mereka serta menempuh perjalanan yang sukar demi menjumpai Dia yang dapat memberikan pengharapan sejati.
Tak ada satu pun dari kita yang mempunyai semangat dan proses pencarian yang sempurna akan Allah. Namun, pencarian oleh para Majus menginspirasi kita. Mereka menyadari bahwa kebijaksanaan manusia memang berbatas dan tidak bisa memuaskan kehausan rohani. Apapun pengetahuan yang mereka miliki, mereka tetaplah miskin secara rohani. Kekosongan jiwa mereka hanya terpenuhi melalui perjumpaan langsung dengan Kristus. Kekosongan jiwa inilah yang mendorong mereka untuk beranjak dari kenyamanan sebelumnya dalam rangka menemukan realitas rohani yang lebih dalam.
MELALUI PELBAGAI BAHAYA, RINTANGAN DAN JEBAKAN
Kisah orang Majus adalah kisah perziarahan. Ini adalah tentang kebersediaan meninggalkan zona nyaman untuk mencapai tujuan rohani. Ini adalah tentang mencari sesuatu yang belum terpahami sepenuhnya sampai mereka benar-benar tiba di hadapan bayi Yesus yang di luar bayangan mereka.
Inilah sikap yang mesti kita tumbuhkan di masa raya Epifania. Kita menyadari bahwa kita diundang untuk meneruskan perjalanan diri kita. Sebuah perjalanan yang melibatkan keberanian untuk meninggalkan kondisi yang akrab bagi kita supaya kita bisa menemukan kondisi yang baru di mana kita bisa lebih terbuka terhadap hadirat Allah. Sekalipun kondisi baru tersebut bisa jadi tampak aneh dan suram.
Perjalanan orang Majus adalah perjalanan yang membahayakan karena apa yang mereka lakukan turut menempatkan tokoh-tokoh Natal dalam bahaya juga. Namun, mereka belajar setia pada tuntunan dari Allah melalui bintang yang luar biasa, malaikat yang bersahabat, mimpi yang spesifik dan kerinduan yang meluap. Mereka yang juga harus berhadapan dengan kondisi yang berbahaya, seperti Maria, Yusuf, Zakaria, Elisabet, para gembala, sesungguhnya memiliki kesamaan, yaitu mereka berserah penuh pada tuntunan yang diberikan Allah.
MISTIKUS AWAM
Dalam arti yang sebenarnya, semua tokoh utama dari narasi Natal adalah para mistikus! Mereka terbuka dan menanggapi misteri Allah dalam Kristus serta bagaimana cara kerja Allah yang ganjil di tengah dunia. Mereka menyelaraskan diri pada karya Allah yang misterius dan yang selalu tidak bisa dipahami secara tuntas oleh akal budi.
Banyak dari kita yang memiliki pandangan stereotipikal tentang siapa itu mistikus? Kita menganggap bahwa mistikus adalah orang kudus dengan pengalaman kesatuan ekstatis dengan Tuhan yang sangat jarang terjadi. Ini adalah pandangan yang sempit. Sebenarnya, mistikus adalah ia yang sangat percaya bahwa Allah itu nyata, Allah adalah misteri yang melampaui daya jangkau pikiran, Allah hanya dapat dijumpai oleh inti dari keberadaan kita sebagai manusia dan kita dapat secara radikal berorientasi pada Sang Ilahi yang senantiasa beserta kita.
Mistikus adalah mereka yang menerima perjumpaan dengan Allah melalui cara-cara di luar aturan keagamaan. Perjumpaan tersebut seringkali dialami oleh mereka yang tidak terlalu mau dikekang oleh kebekuan agama institusional tetapi tetap berkomitmen pada imannya. Mistikus adalah mereka yang dikuasai oleh kerinduan akan Allah. Kerinduan yang begitu kuat sampai membuat mereka terus memilih untuk mencari dan menjawab Allah dalam kehidupan mereka. Karl Rahner mengatakan, “Orang Kristen masa depan haruslah seorang mistikus atau sama sekali bukan siapa-siapa.”
BERSEDIA BAGI SANG ALLAH YANG SELALU TERSEDIA
Dalam bukunya, Understanding Christian Spirituality, teolog Katolik Michael Downey menuliskan, “Kehidupan rohani dan secara khusus ekspresinya dalam pengalaman mistik sesungguhnya bukanlah suatu upaya untuk menggapai kesatuan mistik tertinggi antara jiwa manusia dan Allah yang sangat berbeda dari kita. Kehidupan rohani yang sejati sesederhana kita peka terhadap hadirat Allah yang selalu bersama kita dan menyikapinya dengan menghadirkan diri kita juga kepada Allah. Sejarah yang panjang dari spiritualitas Kristen memperlihatkan bahwa banyak cara untuk menanggapi hadirat Allah dan terlibat secara lebih penuh dalam kehidupan Allah yang merembesi kehidupan manusia, sejarah, dunia dan gereja.”
Tahun 2020 membawa kita pada perjalanan yang berbahaya karena kita selalu dibawa oleh Sang Penghadir itu ke tempat-tempat yang berbeda dengan cara yang misterius. Sebagaimana para Majus yang dipimpin dalam kebingungan dan ketidaksempurnaan mereka menuju tempat di mana hadirat Allah ditampilkan kepada mereka. Menjalani kehidupan di dalam Allah adalah rangkaian momen demi momen yang tidak sempurna dan berbahaya tetapi mengandung banyak kemungkinan pertumbuhan bagi kita!
Comments