BOB KAUFLIN
Sumber: crossway.org
Diterjemahkan oleh Margie Yang (@margieyang)
Merayakan Kristus melalui Lagu
Ketika istri saya, Julie, dan saya membesarkan enam anak, kami memegang prinsip yang sangat teguh “tidak ada musik Natal sampai hari Thanksgiving”. Dengan beberapa alasan, kami menikmati rasa nyeri penantian sampai Kamis ke-4 di bulan November ketika kami akhirnya bangun untuk mendengar lagu-lagu yang memberitakan masa Natal dengan panorama, aroma, dan irama yang unik.
Namun, seiring berjalannya waktu, kidung-kidung Natal datang lebih awal dan makin awal, tidak hanya di keluarga kami, tetapi dalam budaya kami. Bahkan secepat awal November, lantunan dari Michael Buble, Frank Sinatra, dan Mariah Carey mulai menguar di udara. Tidak ada hari raya lain yang bisa menandingi lagu-lagu yang terus diulang tanpa henti ini. Lagu Natal dalam balutan klasik, folk, country, jaz, pop, tradisional, rock, dan bahkan metal disajikan dengan berlimpah. Dan sebagai parafrasa Pengkhotbah 12:12, penulisan lagu Natal yang baru tak akan ada akhirnya.
Hal ini terjadi mungkin karena lagu-lagu Natal bak sambutan hangat di tengah dunia penat tempat kita tinggal sekarang. Di tengah masa yang penuh kebingungan, kekacauan, dan keputusasaan, lagu-lagu ini memberikan ekspresi pengharapan, kedamaian, dan kesukaan yang sangat kita rindukan. Baik “All I Want for Christmas,” “Little Drummer Boy,” “The Christmas Song,” maupun “Joy to the World,” semuanya menjadi bagian musik latar dari sebuah masa yang mengangkat beban dan kecemasan kita untuk sementara.
Namun, tidak semua lagu Natal diciptakan untuk tujuan yang sama. Ada perbedaan antara lagu-lagu yang berfokus pada kedatangan masa ini dan lagu-lagu yang berfokus pada kedatangan Sang Juru Selamat. Sungguh sebuah tragedi bila kita, umat Kristiani, gagal untuk melihat perbedaan itu dan, tanpa menyadarinya, menemukan diri kita tidak terdampak oleh kebenaran yang kita nyanyikan.
Bagaimana kita dapat memastikan lagu-lagu yang merayakan Allah menjadi manusia untuk menyelamatkan kita terus dan tetap membawa kita mengagumi dan menyembah Dia? Berikut ini beberapa usulan.
Pelajari Inkarnasi
Kita mungkin saja cenderung melihat Natal melalui lensa dari adegan palungan, yang lebih berfokus pada para gembala, para malaikat, dan binatang-binatang daripada makna yang sesungguhnya. Namun, teolog J. I. Packer mengingatkan kita bahwa identitas bayi yang terbaring di tumpukan jerami adalah tempat “kedalaman pewahyuan Kristiani yang paling mendasar dan sekaligus paling tidak dapat terselami berada … Tidak ada fiksi yang teramat fantatis dibandingkan kebenaran Inkarnasi ini.” Natal adalah sebuah masa dalam setahun di mana kita dapat mendedikasikan waktu tanpa terburu-buru untuk menyelidiki salah satu peristiwa terbesar dalam sejarah: Sang Pencipta yang kekal telah mengambil rupa daging manusia dalam wujud seorang bayi. Atau sebagaimana yang dikatakan Charles Wesley, “Allah kita menyusutkan Diri dalam sebuah jangka waktu, dan tanpa dapat dipahami sepenuhnya, menjadi manusia.”
Buku seperti Pleased to Dwell yang ditulis oleh Peter Mead, The Person of Christ oleh Stephen J. Welllum, Knowing God oleh J. I. Packer, atau bahkan St. Athanasius on the Incarnation dapat menyediakan bahan bakar yang baru untuk memuliakan Dia, dengan menghayati kerendahan hati Sang Anak Allah. Atau Anda dapat menyediakan waktu untuk membaca dua pasal pertama dari Injil Lukas, dan sekali lagi mengagumi kembali berbagai detail yang berkelindan tentang rencana Allah untuk mengutus Sang Juru Selamat.
Ingatlah Tujuan Akhir Natal
Paulus menulis dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Galatia 4:4-5). Kedatangan Kristus tidak akan pernah dapat dipisahkan dari tujuan utama kedatangan-Nya: untuk menebus kita. Dia lahir untuk mati. Kita telah sangat terbiasa memisahkan kelahiran Kristus sebagai peristiwa tersendiri, tidak terhubung dengan kehidupan-Nya yang sempurna, kematian-Nya yang menggantikan, kebangkitan-Nya yang penuh kemenangan, dan kedatangan-Nya kembali yang penuh kemuliaan.
Namun, Natal bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Kemuliaan dari bayi Yesus yang terbaring dalam palungan tampak jelas karena menunjukkan manusia Yesus Kristus yang tergantung di atas salib. Seperti yang dijelaskan oleh salah satu versi “What Child is This?” kepada kita:
Pada salib terpaku,
Dia mati bagimu dan ‘ku,
Firman jadi manusia,
Sang Bayi, Putra Maria.
Perhatikan Lagu-lagu dengan Teologi yang Baik
Hal ini membawa kita pada cara ketiga untuk melawan kebekuan yang makin menjadi terhadap kebenaran-kebenaran lagu-lagu Natal yang menakjubkan: baca syairnya. Menganggap lagu-lagu Natal sebagai penanda datangnya sebuah masa sangatlah berbeda dengan menganggap lagu-lagu ini sebagai teologi. Saya telah menyebutkan di awal, bahwa tidak semua lagu-lagu Natal diciptakan untuk tujuan yang sama. “Deck the Halls” dan “Rudolph, the Red-Nosed Reindeer” memang seru untuk dinyanyikan. Lagu-lagu lain seperti “Angels We Have Heard on High” atau “Silent Night” merujuk pada kelahiran Kristus tetapi tidak menguraikan secara rinci makna atau signifikansi Natal. Tetapi, ada kelompok lagu Natal lain yang terang-terangan menjelaskan mengapa Yesus datang dan mengandung syair (yang sering tidak dimasukkan dalam versi yang populer) yang memberi makan jiwa kita dan mengajak kita melihat kemuliaan Kristus.
Tak memandang Diri-Nya, bahkan maut dit’rima-Nya,
lahir untuk memberi hidup baru abadi!
– “Hark! The Herald Angels Sing,” Charles Wesley
Terjemahan Yamuger, 1977
Janganlah dosa menetap di ladang dunia,
sejahtera penuh berkat berlimpah s’lamanya.
– “Joy to the World,” Isaac Watts
Terjemahan Yamuger, 1980
Dia melakukan karya ajaib,
Maut t’lah kalah, atas salib.
Halau keg’lapan, hapuskan cela.
– “He Who is Mighty,” Kate DeGraide, Rebecca Elliott
Walau lahir tak berdaya, k’lak Dia duduk di takhta,
Menghimpun semua bangsa, bertelut di hadap-Nya.
– “Angels from the Realms of Glory,” James Montgomery
Berkatalah malaikat, “Janganlah kau takut,
Hari ini t’lah lahir Juru Selamatmu,
dan semua yang percaya bebas dari maut.”
– “God Rest Ye Merry, Gentlemen,” Anonymous
Syair-syair ini mengandung kebenaran-kebenaran kekal yang menghiburkan jiwa kita, membarui iman kita, dan memperdalam gairah kita akan Raja yang rendah hati, yang suatu hari akan menerima pujian dari seluruh ciptaan (Filipi 2:9-10). Faktanya, lagu-lagu seperti ini sangat cocok dinyanyikan sepanjang tahun! Dan ketika Anda mulai menaruh perhatian lebih pada kebenaran-kebenaran yang mereka sampaikan, jangan terkejut bila berbagai asosiasi sentimental terkait Natal memudar “oleh sinar kemuliaan-Nya".
Jangan Menjadi Grinch*
*Grinch adalah tokoh fiksi yang pemarah, kasar, dan ingin mencuri kebahagiaan Natal.
Satu pemikiran terakhir. Memupuk cinta kepada lagu-lagu Natal dengan teologi yang kaya bukan berarti kita harus memandang rendah orang-orang yang menikmati lagu-lagu Natal sekuler. Kita tidak menjadi lebih berkenan di hadapan Tuhan karena kita hanya menyanyikan lagu-lagu tentang Kristus di masa Natal. Kita boleh saja mendengarkan dan menikmati lagu-lagu yang menggarisbawahi sukacita berkumpul bersama, suasana musim dingin, kegundahan karena rindu kepada yang terkasih, atau Santo Nikolas (Sinterklas) membuat keributan di atas atap. Lagu-lagu ini adalah ekspresi dari anugerah umum, sebuah permohonan tulus untuk kesukaan, kedamaian, dan pengharapan yang hanya dapat diberikan dari pengenalan akan Sang Juru Selamat.
Keinginan yang besar untuk bergabung dengan penuh semangat ketika tetangga kita menyanyikan “Dashing through the snow in a one-horse open sleigh…,” menunjukkan bahwa kita mau berdampingan dengan mereka, berbagi sukacita dan dukacita mereka, dan pada akhirnya membawa mereka untuk berjumpa dengan Pribadi yang memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka (Lukas 1:77) – tepat seperti yang dilakukan oleh Sang Anak yang lahir di palungan bertahun-tahun yang lalu.
Jadi, ketika Anda bernyanyi Natal ini–dan setiap hari Natal–kiranya hari-hari Anda penuh kesukaan dan keceriaan. Namun, kiranya alasan utama dari seluruh kesukaan dan keceriaan itu adalah Juru Selamat, yang menghancurkan si ular, mengalahkan maut, menang atas dosa, dan menutupi segala cela, telah datang.
Kesukaan bagi dunia!
Bob Kauflin adalah seorang hamba Tuhan, penulis lagu, pemimpin ibadah, dan pengarang buku dengan lebih dari 30 tahun pengalaman. Setelah menggembalakan selama 12 tahun, ia menjadi direktur dari Sovereign Grace Music pada tahun 1997. Ia mengajar bidang ibadah jemaat melalui konferensi WorshipGod, berbagai seminar, dan blog pribadinya, worshipmatters.com. Saat ini ia menjadi penatua di Sovereign Grace Church di Louisville, Kentucky. Ia dan istrinya, Julie, memiliki 6 anak dan cucu-cucu yang terus bertambah jumlahnya.
Comments