JOSH STARKEY
Sumber: ftc.co
Diterjemahkan oleh Margie Yang (@margieyang)
Kebanyakan dari kita akan setuju bahwa para penyembah dalam sebuah pertemuan gerejawi dipanggil untuk mengambil bagian dalam pertemuan tersebut dan bukan sekadar menjadi penonton, konsumer, atau kritikus. Namun, walau banyak dari kita yang menyakini kebenaran ini, bagaimana kita mewujudkannya secara praktis? Bagaimana kita mendorong para jemaat untuk berpartisipasi dengan segenap hati mereka setiap Minggu? Bagaimana kita mengajar dan mewujudkannya untuk menciptakan budaya yang seperti ini? Jawaban berikut mungkin bukan yang Anda harapkan, karena jawaban ini tidak mudah dan bukan sebuah formula yang langsung dapat dirasakan kemanjurannya. Namun, saya percaya, Anda akan menerima buahnya, jika kita mengupayakan beberapa pertimbangan praktis berikut dengan kesetiaan dan kasih dalam gereja kita masing-masing.
1. Ingatlah “seorang akan yang lain”.
Ingatlah bagian-bagian firman yang mengajarkan tentang pertemuan ibadah korporat, khususnya bagian dari Perjanjian Baru sebagai pengajaran yang sangat penting dan patut diingat. Pelajarilah bagian-bagian ini. Pahamilah bagian-bagian ini dengan baik, agar dapat memberi pengaruh bagi perencanaan dan kepemimpinan Anda. Hal ini terdengar seperti sesuatu yang filosofis, tetapi hal ini sangatlah praktis bagi pemimpin atau perencana ibadah. Contohnya, Kolose 3:16 memerintahkan kita, “...dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani.” Menggemakan bagian Alkitab seperti Efesus 5:19 dan bagian lain, kita mendapatkan arahan yang kuat akan suara-suara yang bersatu dengan dan kepada “seorang akan yang lain” dalam nyanyian jemaat dan penyembahan. Lagu-lagu yang Anda pilih harus mengajarkan kemuliaan firman Allah yang juga menguatkan jemaat. Lakukan segala sesuatu berdasarkan kasih kepada jemaat yang dinaungi oleh gereja lokal Anda. Bantulah mereka untuk menyanyi, menyembah dan memandang Kristus bersama-sama dengan jelas. Pertimbangkan hal ini: jika pertemuan ibadah banyak berfokus tentang jemaat yang ambil bagian dalamnya, Anda bisa saja berhenti sejenak dan menggembalakan mereka melalui penjelasan akan bait lagu yang dinyanyikan; Anda dapat menyanyikan melodinya dengan jelas tanpa banyak variasi, karena menyanyi di gereja bukanlah tentang penampilan solo Anda, tetapi tentang memimpin jemaat yang telah berhimpun untuk menyanyi bersama.
2. Pilihlah lagu-lagu untuk jemaat.
Kita perlu mengakui, beberapa lagu lebih dapat menolong jemaat untuk bersama bernyanyi dibandingkan dengan lagu-lagu yang lain. Perhatikanlah lagu-lagu mana yang dinyanyikan jemaat Anda dengan lebih keras dan lebih baik, dan pikirkan juga mengapa. Apakah ada hal tertentu sehubungan dengan penulisan refreinnya? Kesederhanaan dari melodinya? Pola irama (rhythm) atau sajak puitis yang membuat lagu itu mudah dihafal dan mudah dinyanyikan? Pilihlah banyak lagu yang seperti ini. Saat ini, seni menulis lagu yang diperuntukkan bagi jemaat mulai pudar. Dengarkanlah lagu rakyat yang ditulis sebelum 1900, dan khususnya himne gerejawi klasik. Bacalah sajaknya dan perhatikan iramanya. Jika Anda mengarang lagu, cobalah menggunakan beberapa irama ini dalam karya Anda. Memang tidak akan selalu terdengar seperti musik pop, tetapi jemaat Anda akan menyanyikannya dengan sekuat tenaga.
3. Perhatikan keseimbangan volume suara dan pencahayaan di gereja.
Sebenarnya, tidak banyak yang perlu dibicarakan mengenai hal ini. Namun, kita harus mengingat bahwa kita adalah makhluk jasmani, dan hati juga pikiran kita dipengaruhi oleh lingkungan sekitar kita. Jika Anda tidak dapat melihat siapapun yang ada di sekitar Anda, atau tidak dapat mendengar mereka bernyanyi karena volume tim musik terlalu menggelegar, Anda bisa saja tidak memperoleh rasa dan makna yang benar tentang komunitas dan kebersamaan. Kebalikan dari beberapa pandangan yang populer, Perjanjian Baru tidak pernah menggambarkan pertemuan gerejawi sebagai tempat agar jemaat merasa terisolasi dan sendiri bersama Allah dalam gelap. Kita adalah jemaat yang dikumpulkan bersama, dan kita perlu merasa demikian agar dapat bernyanyi sebagaimana mestinya. Setidaknya kita harus dapat mendengar suara kita sendiri ketika bernyanyi bersama.
4. Biarkanlah jemaat BERNYANYI.
Gunakanlah aransemen dan dinamika bersama dengan tim musik untuk menarik jemaat bernyanyi bersama Anda, dan agar mereka merasa seperti bagian yang tidak terpisahkan dari apa yang terjadi di gereja. Aturlah frekuensi bas sedemikian rupa untuk menjadi seperti bantalan yang baik dalam ruangan, menciptakan suara yang penuh tetapi tidak gaduh. Jemaat merasa nyaman untuk bergabung bernyanyi ketika frekuensi bas menyediakan dasar yang kukuh jika Anda memimpin bersama dengan tim musik. Juga Anda bisa meminta tim musik tidak bermain di beberapa refrein lagu, para singer dapat menyanyi tanpa mikrofon sesekali, atau cara apapun yang Anda bisa lakukan untuk menolong jemaat sungguh-sungguh bernyanyi. Anda adalah pemimpin, bukan penampil, maka pimpinlah, dan berikan kesempatan bagi jemaat agar suara mereka didengar dan mereka mengambil bagian secara aktif.
Sekali lagi, ketahuilah bahwa tidak ada solusi yang mudah dan cepat dalam menciptakan budaya partisipasi di dalam gereja. Semua pergeseran budaya biasanya terjadi perlahan-lahan, dan dengan kesetiaan yang konsisten dalam jangka waktu yang lama. Jadi sekali lagi, teruskan perjuangan dengan berfokus pada hal-hal yang utama, dengan pola pikir “seorang akan yang lain”. Berikan dorongan kepada jemaat melalui cara Anda memimpin dan memainkan (musik). Tetaplah setia dan tinggallah dalam Sang Juruselamat. Kristus adalah Tuhan atas gereja. Jadi pandanglah kepada-Nya dalam doa yang tak putus, memohon Dia untuk menyediakan ketekunan dan anugerah bagi setiap penyembah dalam gereja Anda ketika berhimpun bersama setiap Minggunya.
Comments