BRITTANY SALMON
Sumber: thegospelcoalition.org
Diterjemahkan oleh Jimmy Setiawan (@jimmystwn)
Adven tinggal beberapa pekan. Aneka acara liburan juga semakin mendekat. Biasanya, jiwa saya membuncah dengan antusiasme untuk segera menikmatinya. Hari Natal di depan mata. Sejujurnya, saya bahkan sudah merasa senang sejak September karena membayangkan Hari Thanksgiving. Kesenangan ini membesar ketika saya melangkah ke hari Natal. Inilah gambaran hati saya setiap tahunnya.
Sampai penderitaan menimpa saya!
Beberapa tahun lalu, saya memasuki liburan dengan luka yang baru tercipta. Di saat itu, saya baru menyadari bahwa semangat liburan malah membuat luka semakin menyakitkan. Selama sepanjang tahun itu, saya dan suami sudah mengalami rentetan penderitaan. Kami kehilangan orang-orang yang kami cintai. Pernikahan kami yang mengalami guncangan. Rencana kami mengadopsi anak yang terpaksa ditunda. Suami saya yang mengalami perubahan karir. Bahkan, keluarga kami diterpa oleh krisis. Saya sendiri mengidap gangguan pascatraumatik (PTSD) karena seluruh rangkaian penderitaan yang melanda selama setahun itu. Dosa, kematian dan kekecauan seperti memborbadir saya. Rasa duka yang begitu kuat mengecilkan semangat saya untuk merayakan Natal seperti yang biasa saya lakukan.
BERJUANG UNTUK BERSYUKUR
Sangatlah mudah untuk bersyukur kepada Tuhan di tengah masa yang menyenangkan dan berlimpah. Namun, sangatlah sulit untuk tetap bersyukur ketika Dia mengizinkan penderitaan terjadi. Akan tetapi, setelah saya melewatinya dan merenungkannya kembali, saya sekarang sadar bahwa Natal menjadi lebih bermakna karena penderitaan yang saya hadapi.
Natal memang menyakitkan bagi mereka yang sedang di tengah rasa duka yang mendalam – entah karena kematian orang yang terdekat, kehilangan pekerjaan, kehamilan yang gagal, kabar diagnosa dokter yang menakutkan dan kehancuran rumah tangga. Namun, daripada sekedar kita melewati Natal tanpa melakukan apapun, bolehkah saya memberi usul? Bagaimana bila kita belajar mengarahkan perhatian kita pada apa yang jauh lebih penting daripada semuanya itu? Karena meskipun kita tidak bisa mengubah keadaan yang sudah ternoda, terganggu atau terhilang, kita masih bisa merayakan Natal dalam kepenuhan maknanya di tengah rasa sakit.
Berikut ini tiga petunjuk supaya kita tetap fokus pada apa yang terpenting dari Natal.
NATAL YANG TIDAK BIASA BUKANLAH MASALAH.
Ketika rasa duka masih menggelayuti jiwa, kekecewaan kita semakin bertambah karena pesta Natal malah hanya mempertegas kondisi kita yang nelangsa. Namun, bukankah penderitaan justru memurnikan motivasi kita? Kita dipaksa melihat makna Natal yang paling inti ketimbang sekedar hura-huranya. Penderitaan telah membuat saya bisa menyampingkan apa yang tidak esensial dari Natal. Penderitaan menaruh kerinduan saya pada tempatnya.
Seiring hal-hal sepele yang selama ini saya anggap penting semakin redup dari perhatian saya maka di saat yang sama makna Natal yang utama tersebut justru mulai keluar ke permukaan dari dalam tumpukan rasa duka. Fokuslah pada esensi Natal. Biarkan makna Natal yang menolong kita menghadapi keputusasaan di tahun ini.
TENGGELAMKAN DIRIMU DALAM KEBENARAN.
Kita menjadi lelah secara fisik karena efek duka, dengki dan ketidakpuasan yang merasuki jiwa. Saya sempat iri dengan mereka yang bisa merayakan Natal dengan nyaman. Saya ingin merampas gambaran keluarga mereka yang harmonis, karir mereka yang cemerlang dan liburan mereka yang luar biasa. Saya mengakui dosa saya ini kepada orang terdekat dan penasihat pribadi yang akhirnya mengingatkan saya untuk berhati-hati dengan rasa iri dalam diri saya.
Kelilingilah dirimu dengan orang-orang dan sumber daya yang dapat melayani engkau dengan penuh kasih. Pilihlah musik, podcasts dan buku yang bisa mendidik serta mengarahkan perhatianmu pada apa yang engkau sudah miliki dalam Kristus. Bukan pada hal-hal yang malah menunjukkan kekuranganmu. Sederhananya, isilah rumahmu, pikiranmu dan hubunganmu dengan segala kebenaran yang menyuntikkan semangat kehidupan. Kebenaran yang dapat merangkul kedua perasaanmu sekaligus, dukacita dan sukacita yang berjalan bersamaan di bawah terang Injil anugerah.
BERPUASALAH DARI MEDIA SOSIAL
Ketika saya mengalami musibah, saya mengambil jarak dari media sosial. Ini terdengar berlebihan. Namun, sebagaimana yang saya sudah ungkapkan di atas bahwa ketika saya melihat foto keluarga dan acara yang meriah dalam media sosial maka ini hanya memperburuk suasana hati saya. Seolah-olah Tuhan hanya mengaruniakan apa yang enak kepada orang lain dan bukan kepada saya. Saya membandingkan kisah hidup saya yang masih sedang ditulisi oleh Tuhan dengan cuplikan-cuplikan manis dari kehidupan orang lain.
Ketika digunakan dengan bijaksana, media sosial tentu merupakan sarana yang luar biasa untuk menyampaikan sesuatu yang positif kepada keluarga dan teman di seluruh penjuru dunia. Namun, bila engkau sedang dihantui rasa iri terhadap orang lain dan ketidakpuasan atas diri sendiri maka menjauhlah dari media sosial untuk sementara waktu. Libatkan dirimu secara jujur dengan sahabat dan keluarga dalam perjumpaan yang lebih nyata. Biarkan komunitasmu berjalan bersamamu di dalam hari Natal ini secara konkrit, bukan maya.
Saudaraku, Tuhan datang ke dunia untuk memperbaiki yang rusak. Jangan kecil hati bila kita memasuki hari Natal dengan keadaan yang bimbang dan gelisah karena Sang Bayi yang sudah di palungan. Jangan memasuki hari Natal dengan penyangkalan atas luka di hatimu tetapi biarkan lukamu itu mengarahkan hatimu kepada kisah yang lebih besar dari Tuhan. Kiranya engkau menemukan damai yang besar di tengah duka yang besar. Beristirahatlah dalam iman yang mempercayai bahwa Sang Pencipta alam semesta memperhatikan lukamu dan mendekat kepada mereka yang sedang remuk redam. Kiranya perayaan kelahiran Yesus, yang sudah hadir dalam dunia yang berantakan, mendatangkan penghiburan dan pengharapan di tengah hari-hari yang penuh dengan air mata.
Comments