N. BLAKE HEARSON
Sumber: ftc.co
Diterjemahkan oleh Jimmy Setiawan (@jimmystwn)
Kedatangan Kristus menciptakan perubahan yang radikal atas konsep tentang tempat kudus dan cara berhubungan dengan Allah. Tidak ada lagi tempat kudus yang spesifik. Fokus hubungan dengan Allah juga pada pribadi Yesus. Sebagaimana yang kita akan lihat, Yesus menjadi titik sambung antara Tuhan dan manusia.
Walaupun semua kitab Injil mengandung ide perubahan di atas, Injil Yohanes adalah kitab dalam Perjanjian Baru yang paling mengeksplorasi kaitan antara Yesus dan tempat kudus. Bahkan, di pasal pertama Injil Yohanes sudah membetot perhatian kita pada bagaimana Yesus menyempurnakan cara Allah berkomunikasi kepada manusia dalam Perjanjian Lama.
Dalam Yohanes 1, Injil sudah menghubungkan Yesus dengan ciptaan. Dan sepanjang pasal ini masih banyak lagi uraian tentang bagaimana Yesus mengubah cara komunikasi antara Allah dan umat-Nya yang telah berlangsung dalam Perjanjian Lama. Persis di ayat 9-14 berbunyi begini, “Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”
Pembukaan Injil Yohanes ini merupakan ringkasan sejarah keselamatan yang dimulai sejak penciptaan. Bahkan, secara sistematis memperlihatkan peristiwa-peristiwa kunci yang bersifat kovenantal dan menerapkannya pada pribadi Yesus.
Ayat 14 merujuk pada model tabernakel. Frasa “diam di antara kita” dalam bahasa aslinya bisa diterjemahkan “mendirikan kemah di antara kita”. Ada sedikit perdebatan di kalangan para ahli mengenai apakah tabernakel ala Perjanjian Lama memang ada di benak Yohanes ketika menuliskan frasa ini. Akar katanya memang mengandung nuansa lain seperti “kemuliaan Allah” (shekinah) atau hadirat Allah yang nyata di tengah umat-Nya. Namun, bisa juga hanya berarti “mendirikan kemah biasa”. Pembaca mula-mula Injil Yohanes yang berasal dari bangsa Yahudi tentu dapat menangkap arti-arti yang dikandung oleh frasa tersebut. Yang pasti, Yohanes menempatkan gagasan Yesus yang “menjadi manusia” sejajar dengan Allah yang hadir bersama umat pilihan-Nya.
Di sinilah, pesan Yohanes menjadi menarik bagi kita. Yesus adalah tabernakel yang baru. Karakteristik utama dari tabernakel adalah dapat dipindah-pindahkan. Di manapun tabernakel didirikan maka di situ menjadi tempat yang kudus karena Allah bersemayam. Umat pun dapat berkomunikasi dengan Allah melalui tabernakel. Allah dan tabernakel bergerak bersama-sama. Umat tidak lagi harus terpaku pada satu tempat karena Allah tidak lagi dibatasi pada satu lokasi yang tetap. Ini mirip dengan gambaran Allah yang dapat berjalan bersama Adam dan Hawa di seluruh Taman Eden.
Meskipun demikian, tetap ada perbedaan antara tabernakel dalam Perjanjian Lama dan Yesus sebagai Sang Tabernakel yang baru. Dalam Perjanjian Lama, menyentuh apapun yang merupakan bagian dari tabernakel dapat berujung pada kematian. Contohnya adalah Uza. Dia bermaksud baik untuk menahan tabut perjanjian yang akan jatuh tapi dia langsung menemui ajalnya (2 Samuel 6:6-7). Tabernakel dan tabut perjanjian merupakan perwujudan hadirat Allah. Itu sebabnya, perilaku yang sembarangan terhadapnya dapat berakibat fatal. Tabernakel meneruskan peristiwa perjumpaan orang-orang dengan Allah di bawah kaki gunung Sinai di mana mereka tidak boleh terlalu dekat kepada hadirat Allah karena mereka bisa mati.
Walaupun Yesus adalah tabernakel yang baru, siapapun yang menyentuh Dia tidak mati. Sebaliknya, menyentuh Yesus malah mendatangkan kesembuhan. Misalnya, seorang perempuan yang menderita pendarahan menahun dipulihkan setelah menyentuh Yesus (Matius 9:20-22). Yohanes mengaitkan cerita ini dengan pernyataan dalam ayat 14 tadi. Kemuliaan (Yunani: doxa) dari Allah dinyatakan dalam pribadi Yesus. Allah sekali lagi hadir di tengah umat-Nya. Namun, kali ini, hadirat Allah membawa pemulihan dan pembaharuan karena Yesus sudah menjadi kurban penebusan dosa-dosa kita.
Comments